Sunday, September 10, 2017

NORMA AKAD DALAM FIQH



NORMA-NORMA AKAD DALAM FIQH ISLAM
3.1.    Sekilas Tentang Sejarah Akad dan Alat Akad
Sebelum Islam datang, akad dilakukan dalam berbagai bentuk dengan cara-cara tertentu seperti berikut :
a.       Dalam hukum romawi, akad seperti jual-beli, perkawinan dan lainnya dilakukan dengan cara khusus, tanpa upacara tersebut tidak dianggap akad. Syarat jual beli di kalangan mereka adalah barang yang diperjualbelikan harus berada di tempat pelaksanaan akad jual beli. Obyek juga terbatas pada barang bergerak.
b.       Pada kalangan komunitas Arab Jahiliyyah akad jual beli lebih mencerminkan kebebasan dan keinginan salah satu pihak yang berakad. Seperti Ba’i mulamasah, munabazah, ilqo’ al hajr.
c.        Pada masa Rasulullah, beliau melarang jual beli yang dilakukan oleh kalangan Arab Jahiliyyah. Hukum Islam datang untuk membuka dan melepaskan sistem akad yang absurb dan menguntungkan salah satu pihak.  Menjadikan Ijab Qabul sebagai bentuk ekspresi dari dua keinginan atau kehendak dari pihak yang melakukan akad[1]



3.2.    Dasar-Dasar Akad Dalam Hukum Islam
3.2.1. Makna Akad
Akad secara etimologi (bahasa) berasal dari bahasa Arab, yaitu ­Ar-Rabtu yang berarti menghubungkan atau mengaitkan, atau mengikat antara beberapa ujung suautu. Suhendi (2008;44-45) mengemukakan pengertian Akad secara etimologis berarti mengikat atau mengumpulkan dalam dua ujung tali.
Secara istilah menurut pendapat ulama Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hambaliyyah terdapat dua pembagian dimana :
a.       pengertian secara luas adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginan sendiri. Seperti wakaf, talak, pembebasan, atau keinginanan dua orang seperti jual beli, perwakilan dll.
b.       Pengertian secara khusus adalah ikatan yang ditetapkan dengan ijab Qabul berdasarkan ketentuan syariah yang berdampak pada hukum tertentu.
Dari uraian diatas dapat difahami bahwa setiap akad mencakup tiga hal yakni : 1. Perjanjian, 2. Persetujuan, 3. Perikatan[2].
3.2.2.    Macam-Macam Akad
Menurut suhendi (2008: 50-55) dan Syafie (2001: 66-70), macam-macam akad dibedakan sebagai berikut :
a.     Akad tanpa Syarat (‘aqad munjiz), yaitu akad yang dilaksanakan langsung oada waktu selesainya akad tanpa memberikan batasan.
b.     Akad bersyarat (ghairu munjiz) yaitu akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad. Akad ghairu munjiz dibendakan menjadi 3 macam sebagai berikut :
                              i.          Syarat ketergantungan atau ta’liq maksudnya menentukan hasil suatu urusan dengan urusan lain.
                             ii.          Ungkapan/ta’yid maksudnya ucapan yang sebenarnya tidak menjadi lazim (wajib) dalam keadaan mutlak atau syarat berupa ucapan saja.
                           iii.          Syarat penyandaran/idhafah maksudnya adalah melambatkan hukum tasarruf qauli ke masa yang akan datang.
c.        Akad Mudhaf yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penangguhan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan[3].

3.2.3.    Prinsip Syari’at Tentang Memahami Akad
Dalam hukum Islam telah menetapkan beberapa prinsip akad yang berpengaruh kepada pelaksana akad yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan adalah sebagai berikut :
a.     Prinsip kebebasan berkontrak
b.     Prinsip pernjanjian itu mengikat
c.     Prinsip kesepakatan bersama
d.     Prinsip bersama
e.     Prinsip keadilan dan keseimbangan prestasi
f.      Prinsip kejujuran (amanah)[4]

3.2.4.    Rukun Akad
Setelah diketahui akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat dua orang atau lebih. Maka rukun dari akad ialah :
a.       ‘aqid adalah orang yang berakad terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang.
b.       Ma’uqud alaih, ialah benda-benda yang di akadkan.
c.        Maudhu’ al-‘aqd yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
d.       Sighat al-aqd ialah ijab qabul. Ijab permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad. Qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab[5].

3.2.5.    Syarat Akad
Secara umum, para ulama fiqh menetapkan syarat dalam pembuatan akad, yakni syarat-syarat umum suatu akad adalah :
a.     Para pihak yang melakukan akad telah cakap menurut hukum (mukallaf)
b.     Memenuhi syarat-syarat obyek akad :
                     i.          Obyek akad telah ada ketika akad dilangsungkan
                   ii.          Obyek akad sesuai syariat
                  iii.          Obyek akad harus jelas dan dikenali
                 iv.          Obyek akad dapat diserah terimakan
c.     Akad tidak dilarang oleh nash Al-Qur’an dan Hadits
d.     Akad yang dilakukan memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait akad tersebut.
e.     Akad harus bermanfaat
f.      Pernyataan ijab harus tetap utuh dan sahih sampai terjadinya qabul
g.     Ijab qabul dinyatakan dalam satu majelis
h.     Tujuan akad harus jelas dan diakui oleh syara’[6].


[1] Syathiri, Ahmad, https://ahmadsyathiri.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-dan-sejarah-akad.html
[2] Nawawi, Ismail, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2012
[3] ibid
[4] https://kingilmu.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-tujuan-syarat-rukun-dan.html
[5] Ibid
[6] http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-akad-definisi-rukun-syarat.html

No comments:

Post a Comment