Sunday, September 10, 2017

FIQH TENTANG AKAD



FIQH AKAD
1.     Pengertian
Kata akad berasal dari bahasa arab al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian, persetujuan dan permufakatan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqh Sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan dan kesepakatan.
Secara istilah fiqh akad didefinisikan sebagai pertalian ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada obyek perikatan. Hasbi Ash Shiddiqie mengutip definisi yang dikemukakan Al-Sanhury, akad ialah : “perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan kerelaan kedua belah pihak”[1].
Fiqh muamalah membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya. Sedangkan akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat salah satu pihak, sedangkan akad mengikat kedua belah pihak[2].
Dasar hukum dilakukannya akad ada dalam Al-Qur’an adalah terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang menyebutkan :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”
Dimana dalam ayat ini ahli tafsir memberikan penjelasan bahwa aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam menjalani pergaulan atau bertransaksi dengan sesamanya[3].

2.     Rukun-Rukun Akad
Rukun akad adalah sebagai berikut :
1.       Aqid (orang yang berakad)
2.       Mauqud ‘alaih (benda yang akad dijadikan akad)
Mauqud ‘alaih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a.       Obyek transaksi harus ada ketika akad
b.       Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwin (harta yang dibolehkan untuk transaksi) dan dimiliki penuh
c.        Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya akad atau dimungkinkan dengan segera (kemudian hari)
d.       Adanya kejelasan obyek transaksi
e.        Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis
3.       Maudhu’ al-‘aqd (tujuan mengadakan akad)
4.       Shighat al-aqd (Ijab Qabul)[4]
Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqh menuliskan sebagai berikut :
1.       Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak
2.       Adanya kesesuaian antara ijab qabul
3.       Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
4.       Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan (tidak terpaksa atau tertekan)
Ijab Qabul dapat dinyatakan batal apabila terdapat :
1.       Penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat kabul dari si pembeli
2.       Adanya penolakan ijab dari si pembeli
3.       Berakhir majlis akad
4.       Kedua belah pihak atau salah satunya hilang kesepakatannya sebelum terjadi kesepakatan
5.       Rusaknya obyek transaksi sebelum terjadinya kabul atau kesepakatan[5]


3.     Syarat-Syarat Akad
Syarat-syarat akad adalah sebagai berikut :
1.       Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).
2.       Yang dijadikan obyek akad dapat meneriman hukumnya
3.       Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya.
4.       Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’. Seperti jual beli mulamasah.
5.       Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum qabul.
6.       Ijab dan qabul mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang ber Ijab telah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal[6]

4.     Jenis Jenis Akad
Akad digolongkan kedalam berbagai jenis akad, jika dilihat dari berbagai segi, baik dari segi terpenuhinya rukun dan syarat akad, segi penamaan dan segi tujuan akad.
1.     Jenis Akad Menurut Terpenuhi Unsur dan Syarat
Menurut Hasballah jika dilihat dari terpenuhinya rukun dan syarat akad, maka akad terbafi atas dua, yaitu :
a.       Akad Shahih
Menurut ulama hanafiyah akad shahih digolongkan kedalam dua macam yakni : 1. Akad Nafiz (memenuhi rukun dan syarat dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya), 2. Akad Maquf (akad yang dilakukan seseorang yang cakap, tetapi ia tidak memiliki kuasa untuk melakukan akad tersebut).
b.       Akad Tidak Sah
Menurut ulama hanafiyah membagi akad tidak sah kedalam dua macam diantaranya adalah :
·      Akad Batil (tidak memenuhi syarat dan rukun)
·      Akad Fasad (dasarnya sesuai syariat tetapi sifat diakadkannya itu tidak jelas)
2.     Jenis Akad Menurut Penamaan
Dilihat dari segi penamaannya para ulama fiqh membagi akad menjadi dua macam yakni :
a.       Al-Uqud al-Musammah (akad yang terdapat dalam al-qur’an dan hadist yang telah dijelaskan hukumnya) ex : jual beli, sewa, perikatan, hibah, wakalah, hiwalah, wasiat dan perkawinan
b.       Al-Uqud Ghair al-Musammah (akad yang penamaannya berdasarkan oleh masyarakat yang muncul sesuai kebutuhan) ex : murabahah, istihna dll
3.     Jenis Akad Menurut Tujuannya
Menurut Adiwarman Karim akad dalam fiqh muamalah dibagi kedalam dua bagian menurut tujuannya :
a.       Akad Tabarru’ (segala transaksi yang tidak mencari keuntungan/ tolong menolong) kategori akad tabarru’ adalah
b.       Akad Tijarah (segala transaksi yang mengejar keuntungan.

5.     Implikasi dan Dampak Sosial Ekonomi Akad
Dengan adanya akad akan muncul hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang bertransaksi. Dalam jual beli, pembeli berkewajiban untuk menyerahkan uang harga atas obyek transaksi dan berhak untuk mendapatkan barang, sedangkan bagi penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang dan berhak menerima uang sebagai kompensasi barang.


[1] http://blogiwakk.blogspot.co.id/2014/04/makalah-akad-fiqih-muamalah.html
[2] http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-akad-definisi-rukun-syarat.html
[3] https://www.facebook.com/ekis.stain.wtp/posts/695419197135820
[4] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Kencana:2010), hlm.51
[5] Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 30.
[6] Abdul Rahman Ghazaly, et.al,  op.cit., hlm. 55

No comments:

Post a Comment